![]() |
Add caption |


A. Sinopsis
Kesenian ebeg
merupakan salah satu kesenian rakyat Kedungsari yang sangat
populer. Ebeg seringkali
dipentaskan pada acara hajatan, acara selamatan desa, peringatan hari
kemerdekaan dan pada waktu-waktu tertentu lainnya. Ebeg merupakan
pertunjukan tari yang menggambarkan prajurit atau kesatria menunggang
kuda-kudaan dari anyaman bambu. Para penari biasanya berdandan mirip seorang
prajurit dan membawa senjata pedang atau tombak. Ebegdi Desa Kedungsari ditarikan oleh 12 orang yang berpasangan.
Kesenian ebeg menjadi kesenian atau
pertunjukan yang sangat populer di kalangan masyarakat Kedungsari,
karenakesenian ini sudah melekat dalam kehidupan masyarakat pedesaan. Kesenian ebeg menyimpan makna dan simbolisasi
yang terdapat dalam ornamen ebeg
(kuda kepang), elemen penyusun, berbagai ritual dan prosesi yang dijalankan
para senimannya, instrumen musik (gamelan) yang dipakai, perlengkapan pendukung
pertunjukan.Seni ebeg yaitu gerakan menggoyang kuda kepang dan badan ke kanan
dan ke kiriBerdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis, terdapat
pendapat dalam mengartikan istilah ebeg,
seperti yang dikemukakan oleh Bapak gotin (anak atau pewaris dari Ki Marso) sebagai
berikut :
“Ebegkuwe asale itu berasal dari kata ebleg
atau emblek yang artinya anyaman bambu
yang biasa dipakai untuk membuat bilik (rumah)”.
Maksudnya adalahebeg
merupakan kata jadian dari kata ebleg
atau emblekyang berarti
kuda..
Dalam pementasan ebeg,
seringkaliterjadi mendem (trance)
atau kerasukan (possessed). mendem menjadi salah
satu daya tarik yang utama dalam setiap pertunjukan ebeg. Biasanya dalam setiap pertunjukan pada adegan klimaks,
yaitu pada babak janturan, salah satu atau lebih penari tersebut selalu dalam
keadaan mendem atau kerasukan
(possessed), Dalam keadaan mendem ini penari ebeg sering diberi makan berupa padi,
daun-daunan atau rumput dan air tawar di dalam ember, mirip makanan seekor kuda
dan cara memakannyapun dengan dikunyah dan diminum langsung dengan mulutnya.
Gerak dan cara makan penari mirip binatang (kuda). Jika penari ebeg meminta
kelapa muda berarti dia kerasukan monyet, dan jika dia meminta dupa maka dia
sedang kerasukan singa.
Bukan hanya
padi, daun-daunan atau rumput dan air tawar saja yang dimakan, tetapi juga kaca
selongsong lampu minyak tanah (semprong), bara api, silet dan lain-lain benda
yang tidak biasa dimakan oleh manusia pada kondisi normal. Kadang-kadang penari
juga mampu mengupas kelapa dengan mulutnya lalu memecahkannya dengan kepalanya.
Selain itu juga kadang dipertunjukan aksi akrobatik berupa menari-nari di atas
palang–palang bambu.
Kesenian ebeg banyak berkaitan dengan
unsur-unsur mistis, yaitu terletak pada berbagai ritual yang harus dilaukan
oleh penari atau pelaku lainnya. Beberapa ritual yang biasa dilakukan penari,
antara lain melakukan pertapa di tempat-tempat keramat, berpuasa, pantangan dan
berbagai jenis perlengkapan sesaji yang dipersiapkan dalam sebuah pertunjukan.
Kesenian ini juga berkaitan dengan unsur-unsur keyakinan terhadap roh-roh
leluhur yang bersifat baik yang biasanya berhubungan dengan para pendiri (cikal bakal) desa.
B. Urutan penyajian pertunjukan kesenian ebeg dimulai dari bagian awal
pertunjukan, bagain pertunjukan itu sendiri dan bagian akhir pertunjukan.
1.
Bagian awal pertunjukan
Sebelumpertunjukan
ebeg dimulai para anggota kelompok ataurombongan ebegdipimpin oleh guni ataupawangsambil membawa semua
perangkat pertunjukan, mendatangi panembahan atau padepokan yang dianggap
sebagai tempat khusus bagi kelompok atau rombongan. Membawa seperangkat bunga
dan dupa, anggota
rombongan juga mengikuti ritual tersebut. Ritual tersebut merupakan
ritual permohonan kepada kekuatan yang dipercaya sebagai kekuatan gaib. Setelah
melakukan ritual di panembahan, kelompok kesenian ebeg menuju tempat pertunjukan
yang sudah disiapkan. Seluruh anggota kelompok mempersiapkan diri sebelum
pentas. Para penari mempersiapkan diri dengan merias diri mereka. Anggota
rombongan lainnya mempersiapkan seperangkat gamelan. Pimpinan
rombongan sekaligus sebagai pawang mempersiapkan perlengkapan sesaji yaitu wedangan(minuman) yang terdiri dari wedang bening, wedang kopi pahit, wedang teh, wedang arang kambang (air
gula ditaburi jipang), wedang kuning (perasan
air kunyit), wedang jembawuk (kopi
dicampur dengan santan), racuk mawak (air
mawar ditambah gula batu), beberapa helai daun dadap serep yang direndam air, kembang telon (mawar, kantil dan melati), satu sisir pisang raja, gabah
beras ketan yang masih bertangkai, bawang merah, cabe, daun pepaya, pucuk daun
pisang raja, pandan wangi dan jajan pasar, bubur merah putih, bubur candil, ubi
bakar, ikan asin bakar, kacang goreng kulitan, jagung bakar dan kelapa muda
hijau, rokok kretek, kinang, dupa yang telah dibakar.
Semua perangkat sesaji tersebut ditempatkan dalam sebuah tampah yang lebar yang nantinya akan
di makan oleh penari ebeg yang
sedang mendem atau
kesurupan.
Persiapan lainnya yaitu menyiapkan kuda
kepang (ebeg) yang terbuat dari
anyaman serta pernak-pernik yang dilekatkan pada anyaman bambu. Pada setiap
kuda kepang bersandar pula senjata berupa pedang dan tombak yang terbuat dari
kayu. kuda kepang (ebeg)
tersebut dijajar berpasangan di tengah arena.
2.
Bagian
pertunjukan
Pemimpin pertunjukan memerintahkan para penari untuk masuk
ke tengah-tengah arenadan masing-masing mengambil kuda kepang
dan aksesoris senjata. Para penari mengenakan kostum yang seragam berupakain nyamping, sampur, sabuk (benting), mahkota (kulup mlekuta), kaca mata hitam, jampang sumping (hiasan pada
telinga), dan gantungan kuda kepang dari kain yang digantungkan di leher (kacu).
Pada babak pertunjukan para penari membawakan tari prajuritan.menggambarkan
para prajurit yang berlatih perang. Pada babak ini baik penari maupun
penontonnya bisa kesurupan. Biasanya orang tersebut kejang-kejang, berteriak-teriak,
berlari kesana kemari dan terkadang jatuh tersungkur.Setelah itu pertunjukan
berhenti sejenak, dan dilanjutkan babak selanjutnya, yaitu babak Janturan. Pada babak ini terdapat
beberapa penari dan penonton yang menari ebeg
bersama di tengah arena. Begitu pula dengan cepet (badut) dan barongan keluar
hampir bersamaan pada saat berlangsungnya babak ini. Cepet dan barongan
menunjukkan tingkah laku yang lucu dan terkadang menakut-nakuti penonton agar
menjaga jarak dari arena pertunjukan.
Pada babak janturan pemimpin membacakansebuah
doa dan mantra. Tiba-tiba cepet
dan beberapa penari lainnya serta penonton mengalami kesurupan (possesed) atau mendem (trance), karena kemasukan roh (indhang) yang memang dengan sengaja diundang oleh pemimpin. Para pemain gamelan semakin cepat
memainkan gamelan dengan irama yang keras. Para penari
terkadang berlari-lari mengelilingi sekitar arena dan penari yang kesurupan tersebut
menyerang penonton sehingga membuat kondisi menjadi semakin ricuh dan kacau.Sesekali para
penari dan penonton yang kesurupan tersebut meminta sesaji dan
memakannya dengan mulutnya. Cara menyadarkannya adalah dengan cara membaca doa
dan menyemburkannya di telinga.
3.
Bagian akhir
pertunjukan
Pada babak ini seorang pawang mengembalikan seluruh penari agar
sadar seperti semuladan selesailah keseluruhan pertunjukan kesenian ebeg.
Unsur-unsur yang melengkapi pertunjukan seni tradisional ebeg adalah:
- Pemain
Masing-masing
pemain memiliki fungsi dan peran yang beteda-beda. Komponen pemain tersebut
antara lain: pemimpin, penabuh gamelan, penari yang berperan sebagai penyaji
pertunjukan yang utama,cepet dan barongansebagai pencair suasana dan
penjaga pertunjukan, dan pembantu dan pendukung pertunjukan.
Seorangpemimpinbiasanya adalah orang yang paling tua atau yang dituakan
dalam sebuah rombongan atau kelompok kesenian ebeg dan berperan sebagai penyembuh bagi para
penari yang mengalamii mendem atau kerasukan (possessed) atau tidak sadarkan diri (trance).
Penari ebeg adalah sosok yang menggambarkan
perpaduan dua karakteristik yang berbeda yang bersatu dalam suatu persenyawaan.
Cepet merupakan simbol bagi makhluk yang bertampang mengerikan
tetapi kocak, usil dan bersahabat. Keberadaannya membawa keceriaan dan kemeriahan
sebuah pertunjukan.Baronganjuga
memiliki karakteristik watak dan sifat yang sama dengan cepet, tetapi memiliki peran yang agak berbeda, yaitu sebagai
penjaga dan peringatan bagi para penonton agar menjaga jarak dari arena. Barongan dapat
dimaknai sebagai sosok binatang buas yang memiliki sifat menjaga.
- Perlengkapan Pentas
Perlengkapan
pentas yang harus disediakan adalah kuda kepang beserta aksesorisnya,
seperangkat gamelan serta sesaji yang terdiri dari aneka makanan dan minuman
yang biasanya diidentikan dengan sebagai makanan untuk jaranatau kuda seperti padi, rumput dan berbagai macam jenisnya
seperti telah diterangkan di muka. Semua perlengkapan ini disiapkan di dekat
arena pentas.
- Gerak
Tarian yang dilakukan
penari sebelum mendem masih mengikuti instrumen gamelan. Sedangkan
penari yang menari setelah mendem biasanya gerakannya tidak beraturan
dan tidak terkontrol
atau terkesan tidak mengikuti instrumen gamelan bahkan penari ada yang
berteriak-teriak, lari-lari dan menyerang penonton. Tarian ini juga sering
dibarengi dengan penonton yang juga ikut wuru.
- Iringan
Iringan dalam kesenian ebegadalah seperangkat gamelan yang
ditabuh oleh nayaga Setelah
mengalami perkembangan dan penggarapan musik, maka musik yang dipakai terdiri
dari kendang, saron, bonang, kenong, kempul dan gong
- Tata rias dan busana
Pertunjukan
kesenian ebeg tidak banyak
memakai tata rias dan busana. Tata rias dilakukan ala kadarnya akan tetapi
pemakain busana seragam dengan warna-warna yang cerah dan diserta ikat kepala.
Ada pemain yang menggunakan kacamata hitam ada juga yang tidak.
- Tempat pentas
Pada umumnya
tempat pentas yang digunakan untuk pertunjukan ebeg biasanya di ruang terbuka seperti lapangan, halaman rumah
dan lainnya.
C. Tanda dan Makna Pertunjukan Ebeg
1.
Dupa (Kemenyan)
Maknanya: Dupa merupakan
media penghubung antara manusia dan roh. Dupa diperesembahkan bagi penunggu tempat keramat atau cungkup
tempat
dimana pertunjukan ebeg akan digelar
dan dipercaya sebagai indhang untuk meminta ijin
dan restu.
2.
Sesaji
terdiri dari seperangkat wedangan, komara, kapuk adhem,
dan petet.
Maknanya: Sesaji dipersiapkan guna keselamatan pelaku utama
dan seluruh pendukung kesenian ebeg. Seperangkat wedangan
melambangkan minuman
yang disukai makhluk halus,
Seperangkat komara melambangkan tempat
yang tinggi yang berarti kekuasaan
yang tertinggi adalah Tuhan,
Seperangkat kapuk adhem melambangkan sifat-sifat kemuliaan,
seperangkat petet melambangkan keutuhan,
yang berarti segala yang sudah diperlukan sudah lengkap.
3.
Ornamen
kuda/jaran kepang atau ebeg
Maknanya : Jaran kepang adalah kuda-kudaan yang
terbuat dari anyaman bambu. Kuda tunggangan adalah sebagai lambing kuda tunggangan perang dari para prajurit yang memiliki sifat-sifat gagah, kuat dan lincah.
4.
Trance
Maknanya
: Jaran kepang dalam kesenian ebeg memakan padi, rumput, dhedhak,
dll. Hal ini menunjukkan bahwa yang makan sebetulnya bukan manusia tetapiroh yang telah masuk kedalam tubuh pelaku. Sehingga makna trance dalam permainan ebeg adalah adanya keseimbangan antara roh yang baik dan yang jahat dengan mendapatkan perlakuan yang sama sehingga akan manusia mendapatkan keselamatan.


PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Jaran atau kuda tunggangan adalah sebagai lambang kuda
tunggangan perang dari para prajurit yang memiliki sifat-sifat gagah, kuat dan
lincah. Jaran kepang dalam kesenian ebeg memakan padi, genteng, beling dan
sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa yang makan sebetulnya bukan manusia
tetapi roh yang telah masuk ke dalam tubuh pelaku.
2.
Kesenian ebeg dipandang mempunyai kedudukan sama dengan kesenian-kesenian
lain. Keberadaannya di tengah-tengah masyarakat dipandang sebagai sebuah bentuk
saluran dan aktivitas. Kesenian ebeg
merupakan salah satu bentuk kesenian yang dipengaruhi oleh kebudayaan
masyarakat primitif atau tradisional yang menyerupai gerakan totemisme,
animisme dan dinamisme.
B.
Saran
Kesenian tradisional ebeg (jaran kepan) perlu dijaga
kelestariannya dan dikembangkan untuk diteruskan terhadap generasi berikutnya.